Di pojok gang yang tak ada di peta digital, ada sebuah warung kopi dengan colokan gratis dan sinyal pas-pasan. Namanya Warkop Remang. Bukan karena lampunya, tapi karena seringnya keputusan hidup dibuat tanpa cahaya akal sehat. Hari itu, tiga pemuda nongkrong bareng: Rama, Dede, dan Fajri. Tujuannya sederhana, katanya buat nonton live MotoGP. Tapi kenyataannya, ketiganya malah tenggelam dalam permainan Mahjong Ways 2 di layar hape masing-masing.
Scatter Hitam Muncul, Tapi Bukan di HP Siapa-Siapa Dulu
“Eh, kalau scatter hitam nongol itu tandanya apa sih?” tanya Fajri sambil menggoyang-goyangkan HP-nya, seolah layarnya bisa digertak. Rama menjawab setengah ngunyah tahu crispy, “Biasanya sih itu pemicu. Tapi ya gak pasti juga. Kadang cuma numpang lewat doang, bikin deg-degan doang.”
Detik demi detik, jempol mereka menyapu layar, dengan gaya masing-masing. Dede paling tenang. Dia percaya pada teori konspirasi bahwa main tanpa emosi bikin algoritma luluh. Fajri lebih agresif, doyan pencet manual turbo seolah itu tombol ke surga. Rama? Dia cuma nyari momen yang katanya “ada angin lewat”. Apapun artinya itu.
3 HP, 3 Gaya, 1 Momen Aneh
Pukul 15.22, sesuatu terjadi. Scatter hitam muncul di ketiga layar, hampir bareng. Bukan bareng 100 persen, tapi beda detik-detik tipis. Seperti takdir yang main-main. Dede dapat duluan, disusul Rama, lalu Fajri. Mereka saling melotot. Deg-degan. Lucunya, Dede diem-diem sudah masuk babak pengganda dan gak mau ngasih lihat hasilnya. “Rahasia,” katanya sambil senyum sinis.
Rama dapat kombo tiga tile naga dan pengganda x10, hasilnya lumayan. Tapi bukan itu yang bikin dia senyum-senyum sendiri. Katanya, dia udah lama gak dapet scatter hitam sejak lebaran lalu. Sedangkan Fajri, yang awalnya paling semangat, malah zonk. “Dikasih harapan palsu,” keluhnya sambil nyalain rokok.
Faktor Keberuntungan atau Jam Main?
Salah satu teori paling liar yang mereka bahas setelah sesi "adu hoki" itu adalah soal waktu. “Coba lo perhatiin, jam tiga sore ke atas tuh emang sering muncul scatter gelap,” kata Rama, sok bijak. Fajri gak mau kalah, bilang katanya harus dalam posisi landscape, bukan portrait. Sementara Dede diam-diam ngelirik pola angin di kipas warung. “Kalau kipas berputar ke kiri, biasanya hoki,” katanya kalem. Mereka semua ketawa, tapi siapa tahu ada benarnya?
Soalnya, bukan pertama kali hal absurd terjadi pas mereka main bareng. Beberapa minggu lalu, mereka sempat bareng-bareng dapet tile yang sama persis di waktu yang hampir sama. Waktu itu sih gak ada yang menang besar, tapi momen itu cukup untuk bikin mereka percaya bahwa Mahjong Ways 2 ini bukan sekadar permainan. Ada ritme. Ada intuisi. Ada... sesuatu.
Bukan Tentang Menang, Tapi Siapa yang Paling Dingin
Di akhir sesi, Dede lah yang menang paling banyak. Tapi bukan itu poinnya. Yang paling bikin mereka heran adalah ekspresi Dede yang tetap datar. Seolah scatter hitam bukan hal istimewa. “Kalau terlalu heboh, nanti algoritma takut,” katanya. Apapun maksudnya itu, berhasil bikin Rama dan Fajri berpikir ulang soal gaya main mereka yang terlalu emosional.
Jadi apa kuncinya? Jam main? Posisi tangan? Atau menu warkop sebelum main? Gak ada yang tahu pasti. Tapi yang jelas, ketika tiga pemuda main bareng Mahjong Ways 2, dan scatter hitam turun nyaris bersamaan, itu bukan cuma kebetulan. Itu bisa jadi tanda. Tanda bahwa permainan ini bukan sekadar permainan. Tapi ritual kecil, di sela hidup yang kadang ngebosenin.